Tiga orang musafir menjadi sahabat dalam suatu perjalanan yang jauh dan
melelahkan; mereka bergembira dan berduka bersama, mengumpulkan
kekuatan dan tenaga bersama.
Setelah berhari-hari lamanya mereka
menyadari bahwa yang mereka miliki tinggal sepotong roti dan seteguk air di kendi. Mereka pun bertengkar tentang siapa yang berhak memakan
dan meminum bekal tersebut. Karena tidak berhasil mencapai kesepakatan,
akhirnya mereka memutuskan untuk membagi saja makanan dan minuman itu
menjadi tiga. Namun, tetap saja mereka tidak sepakat.
Malam pun
turun, salah seorang mengusulkan agar tidur saja. Kalau besok mereka
bangun, orang yang telah mendapatkan mimpi yang paling menakjubkan akan
menentukan apa yang harus dilakukan.
Pagi berikutnya, ketiga musafir itu bangun ketika matahari terbit.
"Inilah mimpiku," kata yang pertama. "Aku berada di tempat-tempat yang tidak
bisa digambarkan, begitu indah dan tenang. Aku berjumpa dengan seorang
bijaksana yang
berkata kepadaku, 'Kau berhak makan makanan itu, sebab
kehidupan masa lampau dan masa depanmu berharga, dan pantas mendapat
pujian."
"Aneh sekali," kata musafir kedua. "Sebab dalam
mimpiku, aku jelas-jelas melihat segala masa lampau dan masa depanku.
Dalam masa depanku, kulihat seorang lelaki maha tahu berkata, 'Kau
berhak akan makanan itu lebih dari kawan-kawanmu, sebab kau lebih
berpengetahuan dan lebih sabar. Kau harus cukup makan, sebab kau
ditakdirkan untuk menjadi penuntun manusia."
Musafir ketiga
berkata, "Dalam mimpiku aku tak melihat apa pun, tak berkata apa pun.
Aku merasakan suatu kekuatan yang memaksaku bangun, mencari roti dan
air itu, lalu memakannya di situ juga. Nah, itulah yang kukerjakan
semalam."
Mohammad Gwath Syatari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar